Buku ini Aku Pinjam

Selasa, 14 Januari 2014 | komentar

Beberapa hari lagi sahabatku Iren akan berulang tahun, selang waktu seminggu kami beserta Azam sang pujaan hatinya sibuk mencari kado.
Malam 3 hari sebelum Iren ulang tahun, Azam meminta pendapatku tentang kado apa yang selayaknya ia berikan untuk pujaan hatinya, aku turut bingung. Apa kado dari kami sahabatnya saja belum terfikirkan. Uring-uringan berfikir datang satu pesan lagi dari Azam, ia memutuskan untuk membelikan sebuah boneka. ia meminta aku dan teman-teman yang lain untuk menemaninya esok ke toko langganan kami. aku jadi ingat kejadian satu tahun lalu, sebelum Azam mendapatkan Iren seperti sekarang ia juga sibuk dan bingung memikirkan kado, tahun kemaren ia membuatkan Iren sebuah gelang hasil karyanya sendiri. Dan ia memintaku untuk memberikanya pada Iren, Ia tak mau Iren mengetahui bahwa ia yang memberikan kado sederhana itu. karena status Iren saat itu masih dengan yang lain. walau akhirnya Iren memang punya firasat bahwa Azam yang memberikan itu.
Di sisi lain malam itu aku mendapat suatu kejadian yang sama sekali tak pernah ku duga, Azri memutuskan untuk meninggalkanku. Aku tak tau apa penyebabnya, baru seminggu yang lalu ia mengatakan bahwa ia menyayangiku. Namun sekarang, perasaan yang hilang malah ia jadikan penyebab ia meninggalkan ku.
“ya udah, lo nggak perlu minta maaf sama gue nggak apa-apa, beneran”, aku tak tau kenapa itu yang terlontar, padahal sebenarnya hati ini begitu tak rela melepasnya begitu saja, apalagi dengan alasan yang tidak logis seperti ini.
Beberapa bulan yang lalu aku memang pernah mengatakan bahwa aku tak ingin lagi pacaran, cukup hilangkan status pacaran dan cara bergaul yang salah saja. alasanku masuk akal, dalam agamaku tak ada istilah pacaran. dan aku tak menginginkan hubungan yang tak wajar. ia menyetujui, dan kami sepakat dengan aturan-aturan seperti tidak boleh jalan hanya berduaan, harus ada yang lain asal tidak berduaan. Pacaran islami? nggak bakal pernah ada. Kalimat terakhir malam itu “jangan pernah janji buat selalu mencintai orang, karena itu susah buat nepatinya, kayak gini”. ia hanya diam tanpa membalas pesan singkatku.
Malam itu batin ini begitu banyak menyesal pernah berpacaran dengan Azri. aku hanya di tinggal begitu saja, hanya banyak janji-janji manis yang di lontarkanya. Tanpa sadar sedari tadi ia memutuskanku, air mataku masih belum kunjung berhenti mengalir dari pelupuk mataku. kemungkinan terbesar di acara pramuka besok mataku akan bengkak gara-gara menangis seperti ini. namun di dasar hati terselip rasa lega, status ku kini tak lagi pacaran. aku pikir, aku patut bersyukur, semua ini adalah jalan dari Tuhan untuk mengeluarkan ku dari jeratan pacaran. akhirnya hati ini bersyukur meski di landa sakit. Tuhan yang memutuskan semua yang terbaik di balik semua skenario misterius-Nya.
Pagi Minggu ini jadwal pramuka. dan benar dugaanku, mataku bengkak. namun aku yakin menjelang ke sekolah bengkaknya akan hilang. rasanya saat aku bertemu teman-temanku termasuk Azam, ingin aku ceritakan semuanya kejadian semalam, namun aku menundanya.
Di pertengahan acara pramuka. di selipkan suatu games. aturanya membuat lingkaran dan berteriak sekeras-kerasnya tentang apa hal yang paling di benci. lantas yang terlintas di benakku saat itu adalah pembohong dan pengkhianat. saat itu Azam menatapku curiga, namun ia berusaha menyembunyikanya dengan melontarkan senyum mengejeknya.
Setelah acara pramuka berakhir, kami langsung melancong ke toko boneka dan aksesoris untuk mencari kado Iren. dan Azam menjatuhkan pilihanya pada boneka merah muda yang cukup besar untuk di peluk beserta sebuah kotak musik. sepanjang jalan aku hanya diam tak banyak berkata. saat semua sudah menuju rumah masing-masing, aku harus searah dengan Azam. aku pikir inilah saat yang tepat untuk bercerita pada Azam. Tampang ku yang sudah tak bisa di ajak kompromi lagi ternyata sudah memancing Azam untuk berbicara lebih dahulu.
“ngapain lu toke? galau amat tampang lu dari tadi. Ada masalah apa lo sama Azri?” tanya Azam curiga, sedikit memancingku untuk tersenyum, namun hatiku masih sangat kacau.
“temen lu tuh, ngapain sih dia giniin gue” curhatku pada Azam. aku langsung menyerahkan handphone ku pada Azam. rasanya mulut ini tak lagi sanggup menjelaskan semuanya. biar Azam tau lewat pesan singkatku.
Dalam beberapa menit ia membaca pesan singkat yang ada di layar Hp ku dengan mata yang sesekali terbelalak sambil mengoceh-ngoceh “ini tragis toke”.
“kok bisa kayak gini tok? masalah nya apa?”
“gue nggak tau am, gue bener-bener nggak tau. Baru seminggu yang lalu dia bilang kalo dia masih sayang sama gue. tapi tadi malam dia Cuma bilang kalo rasa itu udah hilang, gue nggak tau. Dan nggak mau tau lagi tentang dia. mungkin emang gini suratan dari Tuhan. Mungkin dia bosen dan nggak bisa ngejalanin hubungan beda sekolah kayak sekarang” rasanya tak bisa lagi mulut ini menjelaskan semuanya. perlahan malah air mata yang berlinang menjelaskan semuanya pada Azam. Aku coba menahan tangisanku. posisi kami berada di tengah-tengah orang ramai.
“loh, tok jangan nangis, aduh ntar di kirain gue lagi yang bikin lo nangis. gue lagi nggak punya permen nih. beneran deh, jangan nagis gitu dong lo. mending lo tenangin diri lo aja deh” ia khawatir dengan keadaan ku yang seperti itu, ia selipkan sedikit humor. namun itu tak membantu.
“ya udah deh, gue capek mikirin ini semua am. makasih ya lo udah mau denger semuanya. baru lo di antara temen-temen yang tau ini. jangan cerita dulu ya ama yang lain” ujarku pada Azam
“Oke Toke. tapi lo nggak boleh ya berlarut-karut sedihnya. gue nggak mau lihat lo nangis mulu. Masih banyak hal lain yang lebih penting perlu lo pikirin.” nasehat Azam berusaha memberiku semangat.
“Oke bro, gue cabut dulu ya. hati-hati lo pulangnya.” “sip toke”
Selang beberapa lama setelah aku di tinggalkan, Azam mulai sering memperhatikanku terlebih akhir-akhir ini aku sering sakit. Aku bingung kenapa ia begitu perhatian padaku, padahal dia kan ada Iren?
Semakin lama semakin sering ia mengunjungiku untuk meminjam buku. Baik itu datang ke rumah ataupun hanya di sekolah. entah setan apa yang merayu, aku termakan rayuan hampir tiap minggu ia mendatangi rumahku untuk meminjam buku padahal aku sadar nggak boleh berkhalwat (berdua-duaan) Astaghfirullaahal’adziim
Satu kali..
Saat aku masih tenggelam dalam lautan kekecewaanku pada Azri..
“toke, ntar kita bisa ngomong sebentar nggak?” pesan singkat itu ku baca
“ya elah, ribet amat lu am, apa gunanya ni handphone? bilang aja lagi..”
Tak lama setelah itu ponselku kembali bergetar
“yah… Toke ini penting, perlu face to face tau”
Aku semakin bingung apa sebenarnya yang ingin dibicarakan Azam sampai-sampai ia tak mau menyampaikan via sms, harus face to face.
“mau ngapain sih am? Emang itu penting buat gue? sampe segitunya harus face to face”
“aduuh toke ini penting, ini tu juga buat tokeee..”
“nggak, gue kan Cuma sendirian di rumah, nggak mau.. bilang aja lewat sms!”
Semakin aku keras kepala agaknya Azam tetap ingin face to face.
“ya udah deh, tapi jangan macam-macam lo, kita bukan mahram, dan jangan punya niat buruk!”
“oke toke.. wait me there y..”
Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar menggerogoti telinga. ya itu Azam
Suaranya terdegar sayup memenggil namaku “Assalamu’alaikum.. Zefii..”
Aku berjalan menuju pintu sambil terheran-heran, tumben dia tak memanggilku “toke” mungkin segan dengan tetangga sekitar jika ia memanggilku dengan panggilan yang biasa.
Jantungku perlahan semakin berdegup kencang.. batinku berbisik.. Ya Tuhanku lindungi aku.. Dia bukan mahram bagiku..
“wa’alaikumsalam.. bentar Am”
Dug! rasanya jantungku semakin berdegup kencang saat aku harus menatap wajahnya ketika baru membuka pintu. wajahnya terhias dengan senyumnya yang semakin melebar.
“mau bilang apaan sih lo? cepetan! nggak lama-lama. Nggak enak di liatin orang, kita kan bukan mahram, dosa juga kalo niatnya salah, ayo mau bilang apa?”
Aku terus mendesak Azam
“u.. iya, iya sabar dong Toke. tapi jangan nangis ya toke?”
“emang mau bilang apaan sih am? Cepetan!”
“gini nih Toke, maaf ya sebelumnya.. ini tu masalah Azri. bukannya gue mau nambah luka lo ya… tapi sebagai teman gue Cuma pengen bilang.. Azri sekarang udah ada cewe baru. plis jangan nangis”
Sekejap aku terdiam dan hanya melongo ke atas melihat loteng rumah..
“terus urusannya sama gue apa? gue kan udah nggak ada apa-apa lagi sama dia.” jawabku sedikit kesal pada Azam. aku tak mau tau lagi urusannya
“iya gue tau toke kalau dia punya cewek lain itu emang nggak penting sih, tapi.. masalahnya dia udah mau jadian sama cewek itu, masalah intinya cewe itu sahabat lo sendiri” ujar Azam suaranya sedikit memelan
“si.. siapa?” tanyaku dengan penasaran. sahabat mana yang tega melakukan ini padaku? pikiranku melayang entah kemana. pikiranku di penuhi dengan wajah-wajah sahabatku. Iren.. Alya.. dan aku tak ingat lagi, dreg!
Saat aku tak pernah membayangkan sahabatku, ketika itu juga Azam menyebut namanya
“Sheza, tokee” wajahnya muram kecewa.. tampak jelas rasa Iba Azam saat melihatku mendengarkan penjelasanya
Aku tak bisa berkata banyak “Ooo” jawabku pelan
“gue tau ini menyakitkan buat lo toke. tapi bakal lebih menyakitkan kalo lo tau ini dari orang lain. mending gue yang bilang ini ke lo.. yaa sebagai temen baik lo. aduh plis toke gue nggak mau liat lo nangis, gue nggak punya duit seribu sekarang..” tampangnya bercampur aduk sedikit cemas, namun sedikit ingin menghiburku pula.
“eh, gue nggak nangis..” aku berusaha menenangkan diriku. Ku tahan semua air matayang ingin keluar dari mataku.
“nah tu, mata lo mulai berkaca-kaca toke.. gue nggak mau liat lo nangis.” Azam berusaha menenangkan ku
“lo tau dari mana semua itu Am?”
“ya gue tau lah toke.. orang Sheza ataupun Azri dua-duanya cerita sama gue..”
“ya udah, bentar lagi adzan ‘Ashar tau. ngapain lo masih lama-lama disini… pulang sono.. ntar Iren marah lagi.”
“Ahh… Toke nggak tau ya? kalo gue tu udah nggak sama Iren lagi..” wajah Azam berubah menjadi murung
“Haa? Sejak kapan Zam?”
“Udah lama Toke..”
Tampaknya jika aku terus mengintoregasi Azam perihal – ending – hubunganya dan Iren tak akan menyenangkan.
so, aku putuskan untuk sampai di situ sa “ya udah, Sabar Bro.. lo nggak mesti mikirin itu kok..”
“iya toke.. Makasi ya”
“gue juga makasi sama lo Am..”
“kita kan bestfriend forever toke.. ya udah gue cabut dulu, Wassalamu’alaikum!” tampak ia menuju motornya sambil mengacungkan jempolnya padaku.
Aku pun langsung menutup pintuku dan semuanya tertumpahkan.
Aku tak percaya! tak pernah menyangka! Sheza..
Aku terhanyut dalam kesedihan itu. penjelasan Azam terus terngiang-ngiang di kepalaku.. Namun bukan itu yang harus aku pikirkan. Adzan ‘ashar telah tiba.. aku tau tempat ku mengadu hanya pada Dzat yang memiliki jiwa ku ini.. ALLAH
Lantas saat aku berwudhu’ saja air mata tak tertahankan semuanya tertumpah! wajah kedua orang itu muncul dalam benakku!
Ya allah.. inilah jalanku. aku tau yang kau rencanakan adalah yang terbaik. aku di tinggalkan mungkin karena kau ingin aku kembali pada-Mu menuju jalan yang benar. bukanya STMJ Sholat Terus Maksiat – Pacaran – Jalan. lalu kini aku harus mendengar pengkhianatan sahabatku..
Aku harus bersyukur atas semua ini.. pasti akan selalu ada hikmah di balik apapun yang telah engkau berikan kepada kami ya allah.. masalah pengkhianatan itu mungkin Allah mengajariku untuk sabar, ikhlas..
TERIMAKASIH YA ILLAHI
Semenjak kejadian menyakitkan itu..
Yah. keadaan. Aku sendiri. Azam pun sendiri..
Ia semakin sering memperhatikan ku, mulai dari pagi hari “tok? udah berangkat sekolah? sarapan?” Hingga “good night toke have a nice dream”
Melihat perhatian Azam yang segitunya awalnya aku merasa tak nyaman!
Itu berlebihan Am!
“ngapain sih lo perhatiin gue sampe segininya? lo kasian sama gue? gue nggak butuh perhatian lo yang berlebihan itu cuma karena lo kasihan!” aku sedikit kesal saat menemuinya di sekolah. semua berawal dari kondisi badanku yang tak fit, lalu di susul cuaca yang hujan. tiba-tiba muncul 1 pesan darinya “toke lo jangan hujan-hujanan ntar lo tambah sakit, gue nggak mau ya!”
“iya, lebai lo gue nggak perlu di kasihanin kayak gitu”
“gue bukan Cuma kasian toke, gue sebagai sahabat lo yang pengen ada di saat situasi lo kayak gini”
“oke, makasih Am, tapi gue minta jangan berlebihan, makan di ingetin 3 kali sehari. ini lah itulah”
“up to you, gue bakal ngelakuin apapun buat ngejaga sahabat gue, lo jangan mikirin Sheza sama Azri lagi. mereka itu cuma orang nggak penting, oke”
“ya deh”
“hm, toke ntar gue ke rumah lo ya? Mau minjem buku.. oke?”
“iya, jangan macem-macem lu” jawabku judes.
Sudah beberapa bulan ini ia sering ke rumah ku dan tiap hari menghubungi ku guna tau keadaanku.
Jika meminjam buku ke rumahku, tak lagi sebentar seperti dulu. sekarang sudah lebih lama. ada saja hal-hal yang ingin ia bicarakan.
Hingga suatu kali..
Ia kembali meminjam buku ku, namun ia memintaku untuk mengantarkanya ke jalan, ia tak tau saat itu aku baru pulih dari ketidak-fit-an badanku.
Aku pun berjalan menyusuri jalan sambil membawa satu buku yang akan di pinjam oleh Azam. Sepanjang jalan aku bingung, terfikirkan tentang aku dan Azam akhir-akhir ini. Nampaknya semakin dekat saja.
Tin-tin! rasanya aku sudah berjalan di tempat yang benar tapi kenapa pengendara motor di belakangku yang belum sempat ku lihat, masih saja memperingatiku dengan klakson jahilya.
Dan saat aku menoleh ke belakang..
Azam!
Ya itu Azam, dia sengaja membuatku kaget
“ada-ada aja lo! nggak biasanya kayak gini” ucapku kesal
“alah toke.. hidup tu nggak bisa serius mulu.. lo nya serius mulu, makanya gue hidangin sedikit kejutan gitu.. hehe” ia menyengir dengan cengiran jahilnya
“lo pikir gue masih galau apa? anggapan lo selalu aja gitu!”
“bukannya gitu toke.. tapi iya juga sih dikit.. hehe, o iya ada yang mau gue bilangin sama lo toke.”
“mau bilang apa lagi lo? gue nggak butuh lagi info tentang Azri sama Sheza!”
“bukan cuma tentang Azri sama Sheza, masih ada yang lain, kalo masalah Azri sama Sheza mereka lagi nggak baikan” mulut Azam sibuk membeberkan semuanya dengan cerewet.
“Biarin! bukan urusannya gue, emang masalah lainya apa?”
“hmm.. ini masalah kita, kayaknya di antara kita makin lama makin ada aja yang beda”
“iya, gue ngerasain itu”
“lo tau nggak?” Azam mencoba untuk menatapku, namun aku berusaha mengalihkan pandanganku ke tempat lain, lalu aku berjalan semakin menjauh darinya
“eh toke sini, biasa aja lagi, biasanya lo kalo ngomong sama gue selama ini biasa aja”
Jantungku berdegup kencang. oh tuhan aku tak mau jatuh cinta lagi, aku tak mau lagi terjebak! terjerumus dalam Pacaran!
“gue biasa aja kok”
Aku masih – stay – di tempatku, heran dan gugup berdiri melihat Azam di atas motornya.
“Toke, asal lo tau gue sayang sama lo” Azam erbicara lebih serius dari biasanya
Sontak akupun kaget, dan aku hanya menganggap itu sebagai candaan nya. ia biasanya juga bilang seperti itu lewat pesan singkat. jadi aku hanya menganggap itu hal biasa walau sebenarnya jantungku sudah minta ampun! di guncang-guncang rasa cemas, kaget.
“ah, gue mau balik. ngapain dua-duan di sini cari dosa!” aku langsung membalikkan badanku dan membawa pulang rasa cemas sekaligus kata-kata Azam yang mengagetkan.
Sepertinya benih cinta yang tumbuh tanpa di sadari dari awal tengah menggerogoti hatiku. namun aku takut! sungguh takut! aku tak mau tercebur lagi ke dalam arena – pacaran atau TTM -.
Malamnya Azam mengirimiku pesan singkat seperti biasanya “udah dinner? sholat ‘isya?”
Lalu aku menimpali semua itu dengan pesan biasanya.
Lalu ia menanyai perihal tanggapanku terhadap omonganya tadi siang.
“gue nggak yakin, lo Cuma becanda kan? masa lo yang selalu nyaci maki gue malah bilang sayang gituan” aku masih tak yakin dengan Azam
“beneran tokeee”
“emang sejak kapan lo sayang sama gue?” aku penasaran dan menginterogasi Azam
“sejak gue sering bikin lo nangis, satahun lalu. waktu kita sekelas”
“udahlah gue nggak mau mikirin itu, gue nggak mau kita nyape TTM-an apalagi pacaran!” aku mencoba tegas
“gue tau lo trauma” hanya itu jawaban Azam
“bukan! gue Cuma nggak mau ngelanggar aturan Agama kita.”
Berlalu
Datang satu pesan singkat lagi
“asal lo tau toke.. gue kan nggak minta lo buat jadi pacar gue. ngapain lo ngomong gitu? lagian sayang sama cinta tu beda. gue masih cinta sama Iren!”
Aku tak mengerti dengan sikap azam, lalu untuk apa ia bilang semuanya padaku kalau memang hatinya masih untuk Iren.
Aku kesal!
“eh gue kan Cuma ngasih tau lo yang bener Azam! terserah lo, ngapain lo malah marah-marah sama gue”
Ia cemas, tak menyangka aku akan balik marah padanya
“bukanya gitu toke, gue nggak marah kok” ia balik membalas
Hari demi hari berlalu ternyata semua masih belum berubah, kecuali perasaanku pada Azam. semakin aneh saja. mana mungkin aku akan jatuh hati pada sahabatku sendiri? Ya tuhan.. tolong akuu
Lagi, Azam kembali meminjam buku ku. Ia ke rumah. namun aku tak seperti biasa lagi padanya. aku hanya mengintipnya sedikit. tak berani lagi menatapnya langsung. tak ingin lagi rasa cita kian membara!
Dan lagi! ia bilang sesuatu yang mengagetkan padaku.
“toke jangan gitu sama gue, lo nggak perlu gitu kalo ngomong sama gue, kayak mau ngusir gue aja. gue serius gue sayang sama lo. lo pasti mikir kalo gue masih sayang sama Iren. nggak toke, lo perlu bukti? apa perlu gue update semuanya di facebook dan bilang ke semua orang kalo gue sayang sama lo!” matanya tertuju padaku namun aku hanya memandangi keramik rumahku.
Aku diam
Tanpa sepatah kata
Aku harus bilang apa?
“toke? lo ngerasain apa? gue beneran nih! apa yang mesti gue lakuin buat bikin lo percaya semua ini?” Azam meyakinkanku.
Lalu aku masih saja tetap tak percaya..
Hari demi hari berlalu ternyata benih cinta itu mulai tumbuh..
Tak dapat ku pungkiri. makin hari makin berbunga-bunga.
Apa mungkin ini akan berujung pacaran? tak mungkin. jangan sampai!
Dan ternyata.. tak berujung pacaran! aku bersyukur.. Tuhan menyelamatkanku..
Satu hari yang membingungakan..
Azam mengatakan sesuatu yang menyakitkan!
“toke, gue boleh jujur?”
“gue masih nyimpen rasa ama Iren..”
Sontak aku pun kaget, untuk apa aku selama ini? untuk apa dia bilang kalau dia telah menghapus kontak Iren.. dan bilang tentang perasaannya padaku.
“nggak apa-apa gue udah biasa di giniin!”
Aku berfikir dia egois.. hanya untuk mengisi kesepianya. Dia mulai kembali meminta kontak Iren padaku. lalu ku beri. setelah itu cuek… berlalu begitu saja..
Ia tak lagi meminjam bukuku
Tak lagi memperhatikanku seperti dulu.
Hatiku bukanlah buku. yang bisa kau pinjam seenaknya!
Kini Azam ku dengar telah dapat yang baru.
Tanpa bercerita sedikitpun padaku.
Aku makin sedih.. namun beruntung… telah di selamatkan Tuhan.
Dia sungguh egois, pikirku. Ia berpikir hatiku layaknya buku yang selalu ia pinjam lalu di kembalikan lagi.
Aku tak mudah melupakan semua itu. kini persahabatanku dengannya penuh kegengsian..
Penulis Cerita: Winda Wahyuni Fiandra
Bagikan :

 
 
Copyright © 2014 Kotatulis - All Rights Reserved
Hak Cipta dan Ketentuan | Tentang Kami