Legenda Banaspati

Jumat, 17 Januari 2014 | komentar

Jembatan Kademangan yang melintas di atas
Sungai Brantas, dipercaya oleh kalangan
masyarakat sekitarnya sebagai lokasi paling
wingit di kawasan Blitar, Jawa Timur. Jembatan
yang menjadi jalur utama jurusan Blitar-
Tulungagung lewat jalur selatan ini, jika malam
hari acap dihindari oleh para pengendara. Hal
tersebut terutama akan sangat terasa di malam
hari Selasa dan Jum’at Kliwon. Umumnya para
pengendara memilih lewat jalur utara
(Ngantru), kecuali bus-bus antar kota yang
sudah terbiasa lewat di sana.

Konon, makhluk gaib yang biasanya muncul di
tengah jembatan sepanjang sekitar 200 meter
itu adalah apa yang disebut sebagai siluman
Banaspati. Penampakan makhluk lelembut ini
berwujud kobaran bola-bola api yang datang
mendadak, dan sekonyong-konyong menukik
dari angkasa malam. Setelah itu sang Banaspati
menghadang tepat di tengah jembatan.
Menurut saksi mata yang ditemui,setelah
mendarat, aksi selanjutnya makhluk-makhluk
itu biasanya cuma berputar-putar mirip
gangsing, tapi bila nekad diterjang akan
membakar tubuh korbannya. Luka bakar tak
terhindarkan lagi, sebagaimana yang dialami
oleh Suwito, 41 tahun, warga Desa Gawang,
Kec. Bakung.

“Waktu itu saya ingin pergi ke Kota Blitar untuk
menjenguk famili yang dirawat di RUSD Mardi
Waluyo. Saya berangkat sendirian mengendari
sepeda motor. Tiba-tiba, ketika masuk
jembatan Kademangan, saya kaget setengah
mati, Mbak! Betapa tidak, karena dari atas
jatuh bola api sebesar tampah (alat penampi
beras) dan berputar-putar. Dalam
ketidaktahuan dan ketakutan, saya langsung
tancap gas. Nggak tahunya kaki kanan saya
dilabrak benda berapi itu!” Kisahnya pada
Misteri sembari memperlihatkan bekas luka
bakar di kaki kanannya.

Setelah dibawa ke puskesmas beberapa kali
belum juga sembuh, akhirnya dibawa ke
seorang paranormal. Suwito baru mengerti
kalau luka itu akibat semburan makhluk
Banaspati. Tentu saja dia kaget, karena tidak
menduga kalau hal yang semula dianggapnya
takhyul itu terjadi menimpa dirinya.
Lain Suwito, lain pula yang dialami Parlan, 35
tahun. Pria yang berprofesi sebagai penjual
bakso keliling ini punya pengalaman yang tak
kalah menegangkan.

Ceritanya, suatu ketika selepas dini hari dia
ingin pulang ke rumahnya setelah berjualan
bakso keliling. Sama seperti yang dialami
Suwito, ketika sampai di tengah jembatan
Kademangan, tiba-tiba muncul bola apa dari
angkasa. Benda ini langsung menghadangnya.
Karena takut, Parlan langsung lari menabrak
bola api yang sepontan memutari tubuhnya itu.
Karena itulah Parlan mendeira luka bakar di
dadanya. Hal ini membuatnya tidak bisa
bekerja selama sekitar dua bulan.
Menurut mbah Martono, orang pintar di Desa
Gawang, setan api bernama Banaspati itu
sudah lama bermukim di sekitar jembatan
Kademangan. Bahkan, sebelum jembatan itu
dibangun.

“Dulu semasih ada perahu tambangan,
Banaspati juga sering mencul. Tapi bola api
gaib itu takut jika korbannya masuk air. Untuk
itu belum ada yang jadi korban,” terangnya.
Diceritakan Mbah Martono, kalau dicermati,
Banaspati itu juga punya tubuh dan anggota
badan. Cuma kepalanya yang lebih besar dan
membara. Ketika terbang, kepalanya ada di
bawah, mengincar orang-orang yang lewat di
tengah malam.

Di sisi lain, kata Mbah Martono, Banaspati itu
merupakan salah satu setan yang paling jahil.
Setiap kali ada orang melakukan semedi di
tempat-tempat keramat, yang pertama muncul
dan mengganggu juga hantu dari ras ini.
Selain jembatan Kademangan, pusat
permukiman hantu Banaspati adalah di
pelataran Candi Penataran. Kabarnya, jika
malam hari kemunculan hantu ini bisa dilihat
dengan mata telanjang, berupa luncuran-
luncuran api itu yang muncul dari atas candi.
“Untuk yang di pelataran Candi Penataran jauh
lebih banyak jumlahnya ketimbang yang ada di
jembatan Kademangan. Karena situs sejarah itu
menjadi titik pusat kegaiban di Blitar. Wajar
kalau para petualang kadang tidak betah
dengan gangguan setan api itu,” ungkap Pak
Didik, petugas purbakala yang dinas jaga di
candi terbesar di Jawa Timur itu.

Sebenarnya, kalau kita tahu, mengusir
Banaspati tidak terlalu sulit. Orang yang ahli
“menyepi” selalu membawa uborampe khusus
guna mengatasi kejahilan Banaspati. Macam
uborampe itu adalah garam dapur, bawang
putih, sodo aren (lidi dari enau) dan welirang.

Garam dapur ditaburkan ke arah si setan api.
Jika dia berani mendekat, tentu akan terjadi
letusan-letusan kecil akibat terbakarnya garam.
Sedangkan bawang putih dimemarkan sejenak,
lalu kita oleskan ke ubun-ubun, telinga, dan
kaki. Lidi aren sebelumnya direndam dulu di
tempuran kali (tempat bertemunya aliran
sungai dengan sungai lain) selama semalam
dan dimantrai. Sementara untuk welirang
dibakar di pedupaan sehingga aromanya
menyebar ke sekitar dan membuat Banaspati
pergi menjauh. Konon, Banaspati tidak
menyukai aromanya.

Adapun bunyi mantra untuk mengusir
Banaspati yang sempat peroleh dari seorang
paranormal, adalah sebagai berikut :

“Bismillahirramannirrahim
Setan bang komone Banaspati kang
dumunung ono rohing wengi,
Aku anak adam kang kinemulan poro nabi
lan poro wali.

Panase genimu isih panas cahyaning Allah,
Ojo siro ganggu gawe badan saliraku
yen orea siro lebur daning bendune Allah”
mantra gaib itu perlu laku tirakat, yaitu: puasa
mutih selama 3 hari.

Kemustajaban mantra pengusir Banaspati ini
memang benar-benar hebat. Buktinya para
pelaku semedi di Candi Penataran, jarang yang
mengeluh diganggu Banaspati. Kabarnya,
mereka membekali diri dengan mantera ini.
Banaspati sendiri ketika mengganggu manusia
mengarah ke ubun-ubun. Adapun resiko yang
paling buruk dari gangguan makhluk gaib ini
adalah “menyedot” isi kepala manusia lewat
ubun-ubun.

Keganasan Banaspati di beberapa tempat
angker di Blitar terhadap manusia memang
belum terdengar sampai menimbulkan korban
jiwa. Artinya, belum ada yang mati gara-gara
disedot Banaspati.

Namun untuk hewan piaraan, sudah acap kali
terjadi. Pernah terjadi di kawasan Blitar Utara,
beberapa sapi perah mati mengenaskan karena
kehabisan jaringan otak. Lukanya terdapat di
ubun-ubun, dan itu terjadi di Desa Slumbung
sekitar tahun 1999 silam.

Kembali pada Banaspati yang sering
mengganggu di Jembatan Kademangan maupun
di lokasi Candi Penataran, para tukang ojek di
sana yang operasi di malam hari kabarnya
selalu membekali diri dengan garam dapur.
Garam dapur memang sudah menjadi jimat
“instan”. Hal itu disebabkan garam berasal dari
lautan. Laut, dalam perwatakan alam adalah
tempat yang paling sempurna di dunia. Meski
dari daratan terjadi banjir dan kotoran, tapi
laut tetap jernih. Dari sifat laut inilah garam
dapaur sejak dahulu kala merupakan jimat
alami yang salah satunya berguna untuk
melawan kekuatan makhluk halus.

“Selama ini saya menjadi tukang ojek. Saya
sering mengantar penumpang melewati
jembatan Kademangan, bahkan bisa tiap
malam. Tapi saya tidak pernah takut,Karena
punya jimat andalan, ini!” ujar Miskum
Ketika ditanya, pernahkah dia dihadang setan
api itu? Dia menjawab “ya”.Ceritanya sepulang
mengantar orang yang baru mudik dari
Malaysia ke Tumpak Kepuh, kawasan Blitar
Selatan. Tiba-tiba begitu masuk jembatan
banyak bola-bola api. Karena dia sudah
membekali diri, ditaburkannya garam dapur
dan setan api itu seketika hilang.

Meski demikian, sampai saat ini orang akan
berpikir dua kali untuk melintasi jembatan itu
terutama selepas dini hari. Mereka lebih baik
memutar ke timur lewat Lodoyo, atau melalui
Brantas dengan cara menyeberang dengan
perahu tambangan.

Demikianlah cerita tentang Banaspati yang
selama ini menjadi penghuni jembatan
Kademangan dan pelataran Candi Penataran.
Benar tidaknya, silahkan Anda coba sendiri
melewati jembatan Kademangan selepas dini
hari di malam Jum’at Kliwon. Ya, siapa tahu
Anda bernasib mujur bisa bertemu dengan si
setan api!

Penulis Cerita:
Inukiyto
Bagikan :

 
 
Copyright © 2014 Kotatulis - All Rights Reserved
Hak Cipta dan Ketentuan | Tentang Kami