DESA FINNSTON

Rabu, 08 Januari 2014 | komentar

Disebuah gubuk tua yang telah usang, berada seorang Laki-laki tua yang sedang tertidur lelap. Namanya Kakek Juno. Dia tidak tinggal sendiri tentunya. Usianya sudah 70 tahun. Badan dan tulang sudah tidak mampu untuk merawat diri sendiri. Dia tinggal bersama cucunya. Bocah berumur 9 tahun itu di kirim oleh orang tuanya untuk merawat Kakek Juno. Bocah itu tidak bisa menolak. Karena saat dia dikirim pada Kakeknya, usianya baru 7 bulan dan dia belum bisa mengucapkan sesuatu kecuali bergumoh. Bocah itu juga ikut tidur terlelap di kasur yang terbuat dari jerami bersama Kakeknya. Kasurnya tidak begitu besar. Tapi cukup untuk mereka berdua. Sepertinya, Bocah itu telah lelah. 

Seharian bocah itu mengurus kambing-kambing Kakeknya di belakang gubuk. Bocah perempuan itu bernama Ana. Nama panjangnya sangat indah. Di ambil dari kata “berlian” atau “diamond” namanya menjadi Berliana Diana. Di pagi harinya, Mereka terbangun dan bergegas mandi mendekat ke sebuah sungai yang jernih. Gubuk mereka dekat dengan sebuah aliran sungai yang jernih. Airnya dingin dan segar. Hanya Ana dan Kakeknya yang mandi disana. Memang, rumah mereka terletak jauh dari pedesaan sana. Jika dari kota, dia harus melewati desa Finnistom dan menyusuri sungai panjang yang berada di dalam hutan. Dan sampai di sungai yang biasa Ana dan Kakek Juna melakukan mandi. Jaraknya amat jauh. Jika Ana ingin menjual hasil panen jagungnya, dia harus ke desa Finnistom dan memasuki sebuah pasar Geldie. Jaraknya amat jauh. Sekitar 13 kl dan itu jika memakai kendaraan sepeda. Jika sepeda Ana rusak, terpaksa Ana harus jalan selama berjam-jam, malah bisa sampai 2 hari. Kadang jagungnya sudah agak rusak dan harganya mulai menurun.

Ketika Ana dan Kakek Juna sedang memanen jagungnya. Tiba-tiba Kakek terjatuh. Ana dengan kaget segera berlari menghampirinya. Wajah kakek sangat pucat dan tidak sadarkan diri. Ana hampir menangis saat itu. Dia harus minta tolong pada siapa. Dengan sebuah gerobak roda tiga, Ana menggotong Kakeknya dan mendorongnya masuk ke gubuk dengan gerobak roda tiga yang biasa Ana pakai untuk memanen jangungnya. Ana menidurkan Kakeknya di kasur jerami. Dengan panik, Ana berfikir. Harus apa ia selanjutnya. Ana berfikir, untuk membeli obat di desa. Tapi itu sangat jauh dan cuaca sedang tidak bersahabat. Tapi Ana berpikir pada Kakeknya. Jika tidak secepatnya, Kakek akan... oh tidak. Ana segera bergerak cepat. Ia mengambil kain dan air hangat. Di kompreskannya pada dahi Kakek. Ana segera membalutkan badannya dengan jaket, topi rajut dan shall yang Ana buat sendiri. Dengan kaus kaki lalu sepatu yang sudah agak kotor dan usang. Ana segera mengambil sepeda tuanya dan bergerak menuju desa. Ana memasuki hutan. Kabarnya, hutan ini banyak binatang buas dan liar. Ana memang belum pernah pergi melewati hutan ini sendiri. Selalu bersama Kakek. 

Tapi hari ini, dia harus melewatinya sendiri. Angin bergerak kencang. Menyapu rambut Ana. Angin yang begitu kencang membuat topi rajut kesayangannya terbang ke arah kanannya. Ana tertegun. Dia segera mengayuh sepedanya ke arah kanan jalan. Mencari topi rajut kesayangannya. Ana tertegun ketika matanya menangkap topi warna coklat terjatuh di sungai. Matanya menangis. Itu topi kesayangannya, wanita itu ingin pulang. Tapi Ana ingat pada Kakeknya. Ana menggeleng kuat lalu menghapus air matanya. Ana kembali mengayuh sepedanya. Akan ada banyak rintangan lagi di depannya. jaraknya masih jauh. Jadi ini belum seberapa. Mungkin akan ada hal-hal lain. Angin bergerak begitu kencang. Ana mempercepat ayuhan sepedanya. Sepedanya bergerak dengan cepat sehingga terkejut ketika dilihatnya seekor hewan liar menggonggong padanya. Dengan rem yang mendadak juga membelokan sepedannya. Ana terpental ke depan dan sepedanya terdorong dengan keras pada sebuah pohon. Ana meringis kesakitan. Seluruh tubuhnya seakan remuk tertiban mobil besar pengangkut mobil. Ana bangun dengan gerakan pelan. Mata Ana mulai berair lagi. 

Ana segera bergerak pada sepedanya. Mata Ana membulat seketika. Sepedanya sudah rusak akibat pentalan itu. Bannya penyok dan bocor, stangnya juga penyok, joknya lepas, rantainya putus. Keadaannya sudah tidak karuan. Yang tadinya tertahan, membuat Ana menangis dengan kencang. Dia terduduk di depan sepedanya. Dia bingung harus bagaimana. Jarak ke desa finnistom masih jauh dan jika kembali, bagaimana dengan Kakek? Jarak dari sini ke gubuknya juga lumayan menguras tenaga bila berjalan. Dengan terpaksa Ana kembali berdiri. Diambilnya tas jeraminya itu dan kembali melangkah dengan pelan. Ana berdoa agar ada seseorang yang melewatinya dan dengan baik hati ingin membantunya mengajak ke desa finnistom untuk membeli obat tanpa meminta imbalan. Tangisnya tak henti. Ana masih menangis karena bingung. Ana takut anjing liar itu kembali mengejar Ana. Sering kali Ana menoleh kanan-kiri-belakang. 

Dan tertegun saat melihat di belakangnya. Lima ekor hewan terdiam di belakang Ana. Seperti menunggu reaksi Ana. Dengan secepat kilat Ana segera berlari. Sesekali Ana menjerit dan anjing-anjing itu menggonggong. Suara berselang-seling. Suara Ana terdengar, bergantian dengan gonggongan anjing-anjing itu. Tiba-tiba sebuah akar pohon besar menyandung kaki Ana. Membuat wanita itu berteriak dan terjatuh. Anjing itu mendekat dan menggigit bagian celana Ana. Anjing lainnya juga melakukan itu. Ana berusaha bangun dan kembali beteriak ketika salah satu anjing itu menggigit kakinya. Seorang laki-laki mengangkatnya ke atas kendaraannya. Membuat Ana terkejut. Ana menoleh pada laki-laki muda yang sedang mengemudi. Ini kendaraan semacam traktor sepertinya.
“apa yang kau lakukan disini? Sepertinya umurmu masih muda” tanya laki-laki itu.
“aku ingin ke desa finnistom untuk membeli obat di pasar geldie. Kakek ku sakit. Umurku baru 9 tahun” jawab Ana.

Wajahnya terkejut. “dari sini ke desa finnistom sangat jauh. Apalagi umurmu baru 9 tahun. Rumah mu dimana?” tanya laki-laki itu.
“rumahku di belakang hutan dekat aliran sungai” jawab Ana.

Laki-laki itu kembali terkejut. “jauh sekali dan kau berjalan sampai sini?”
“tidak. Aku mngendarai sepeda. Aku terjatuh tadi dan sepedaku rusak” kata Ana.
“namamu siapa?” tanya laki-laki itu setelah mengangguk-angguk.
“namaku Ana. Berliana”
“namamu sangat indah. Hampir sama denganku. Namaku Berly. Aku akan mengantarmu ke desa finnistom. Kebetulan rumahku disana”
ucap Berly.
“dan kau, sedang apa kau disini? Kelihatannya umurmu juga tidak jauh dari ku” ucap Ana.
“aku habis berburu dan memancing di sungai itu. Ya, memang. Umurku baru menginjak 12 tahun bulan kemarin” jawabnya.
“dan kau berani masuk kedalam hutan sendirian? Apalagi kau berburu. Kau sangat pemberani Berly” ucap Ana tersenyum. Berly hanya tersenyum.

Setelah menempuh hutan, sampailah Ana bersama Berly di desa Finnistom. Mereka berjalan menuju pasar Geldie. Menuju ke toko obat untuk membeli “magic honey”. Ana menenteng obatnya. “terimakasih ya, Ber. Sepertinya Pamanku akan datang untuk mengantarku ke gubuk” ucapnya pada Berly. Berly tersenyum kaku.
“sepertinya aku akan merindukanmu. Kau gadis yang manis dan baik. Aku akan main kesana sehabis berburu” ucap Berly.
“kau Laki-laki baik, Ber. Aku sangat berterimakasih” ucap Ana. Kedua tangan mereka bertaut. Ana menoleh. Pamannya sudah datang.
“pamanku sudah datang. Sampai jumpa, Ber!” ucapnya berlari menghampiri Pamannya. Berly tersenyum. Ana melambaikan tangannya pada Berly.
“sampai jumpa lagi! kutunggu kau dirumah!” teriak Ana.

Pamannya mengantar sampai gubuk tua Kakeknya. “aku tidak bisa berlama disini. Sampai jumpa Ana. Aku mencintaimu” ucap Paman Ben seraya mencium kening Ana.
Ana mengangguk tersenyum. “hati-hati Paman Ben” ucap Ana.
Ana segera berjalan masuk dan menghampiri Kakeknya.
“Kakek, Minumlah madu ini” ucapnya seraya menuang madu ke sendok. Kakek yang telah sadar meminum madu itu.
“termakasih Ana. Kau bocah pemberani. Sepertinya, Kakek akan segera mengirimmu pada ibumu di kota. Keadaan Kakek sudah merepotkanmu” ucap Kakek Juna.
“tidak. Tidak sama sekali. Aku sangat menyayangimu, Kek. Aku akan tetap merawat Kakek sampai sembuh” ucap Ana memeluk Kakeknya.
Kakeknya tersenyum dan memeluk Ana. Ana merasa dia akan semakin bahagia disini. Ana tersenyum.

Pengarang CeritaSindie
Bagikan :

 
 
Copyright © 2014 Kotatulis - All Rights Reserved
Hak Cipta dan Ketentuan | Tentang Kami