Mentari bersinar terang saat air mata Karin menetes di atas batu
nisan dengan makam yang masih basah. Ia mencurahkan semua isi hatinya.
“Penyesalan tak akan berarti jika, jika dia yang kau ratapi sudah pergi” kata seorang pria yang berdiri di belakang Karin.
“Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, atas apa yang menimpa Geri” kata Karin dengan tersedu-sedu.
“Air mata tak akan menyelesaikan masalah, sekeras apapun kamu menangis Geri tidak akan kembali padamu”
“Lebih baik kamu diam!!!” Kata Karin dengan nada membentak.
Dengan tangis yang makin menjadi jadi, Karin maju duduk selangkah dan
duduk di samping batu nisan yang terukirkan nama Geri Ardiansyah.
Seperti angin yang berhembus, tiba tiba seluruh kenangan di saat Geri
masih hidup, terlintas dalam benaknya.
Setahun yang lalu saat pertama kali kami duduk kelas satu SMA, saat
itulah Karin dan Geri berkenalan. Perkenalan yang singkat itu berlanjut
dengan persahabatan yang akhirnya berujung pada rasa cinta, tapi sayang
benih cinta hanya bertumbuh subur dalam hati Geri, namun Karin hanya
menganggapnya sebagai sahabat baik.
Beberapa bulan berlalu rasa cinta di hati Geri makin membesar, walau Karin hanya menganggapnya sahabat.
“Rin, kalau suatu saat ada di antara sahabat sahabat mu yang nyatain
cinta ke kamu, kamu mau nerimanya ngak?” tanya Geri penasaran.
“Yah kalau aku sih, asalkan dia cocok sama aku dan memenuhi kriteria untuk jadi pacarku, ya kenapa nggak” jawab Karin.
“Memang kriteria cowok idaman kamu itu seperti apa sih?”
“Kalau cowok idaman ku sih… eh! tunggu dulu!!!, ngapain kamu nanya
begitu?, jangan jangan kamu suka sama aku yah?, ayo ngaku!!” Tanya Karin
setengah mengejek
“Suka sama kamu? idih, ngak mungkin” jawab Geri
“Lalu ngapain kamu nanya kayak gitu”
“Enggak kok, cuma mau tau aja” jawab Geri dengan wajah merona malu
“Kalau kriteria cowok idaman ku itu, dia harus tampan, tinggi, putih,
pintar, terkenal dan ngak malu maluin aku,” jawab Karin dengan bangga.
Semua kriteria itulah yang membuat Geri makin takut untuk menyatakan
perasaannya kepada Karin. Geri sadar bahwa dirinya tak memiliki semua
kriteria yang diinginkan Karin, dia takut, jika suatu saat nanti mereka
pacaran, dia hanya akan membuat Karin malu, karena memiliki pacar
seperti dia. Namun cinta tak secepat itu menghilang, malahan semakin
lama dia memendam perasaan itu, dia semakin tersiksa atas perasaannya
sendiri.
“Tuhan, apakah yang aku lakukan sudah benar?. Apakah yang harus
kulakukan?. Hatiku makin tersiksa, haruskah aku mengatakan segalanya?.
Berilah jawaban Mu atas doaku Tuhan”
tiba tiba saat Geri sedang berdoa, telefon genggamnya berdering,
namun karena Geri sedang serius berdoa, dia tak memperdulikan bunyi
telefon genggamnya itu. Betapa terkejutnya Geri saat doanya malam itu
diselesaikan, ada nama Karin di layar depan telefon genggamnya dengan
tulisan 4 panggilan tak terjawab,
“Oh Tuhan, apakah ini jawaban dari Mu?”
Dengan hati kegirangan Geri langsung menelefon Karin,
“Halo, Karin, sory aku tadi ngak ngangkat telfon dari kamu. Pas banget aku juga lagi mau ngomongin sesuatu sama kamu.” Kata Geri
“Memangnya ada hal penting apa?” jawab Karin dari seberang telefon.
dengan menarik nafas panjang, Geri mulai berbicara,
“Karin, sebenarnya, aku mau ngomongin ini sama kamu, sejak lama, tapi
aku masih ragu, kalau sebenarnya aku ini su.. su… su..” dengan terbata
bata Geri berbicara
“Susu?, maksudnya apa?” tanya Karin kebingungan
“Aku mau bilang, bahwa, aku itu sa… sa… sa… sayang sama kamu” kata Geri dengan jantung yang berdebar debar.
“Sayang?, aku tau kok kamu sayang sama aku, kamu kan sahabat terbaikku” jawab Karin dengan nada tak mengerti
“Bukan, yang aku maksud bukan sayang sebagai teman, tapi sebagai seorang
pacar, Karin aku tuh suka sama kamu, dari awal kita ketemu aku udah
jatuh cinta sama kamu, kamu mau ngak jadi pacar aku?” kata Geri dengan
nada mantap
“Apa!!!” jawab Karin terkejut, dan langsung menutup telfonnya,
“Halo Karin, Karin, halo!” Geri kebingungan dengan telefon yang terputus mendadak.
Dengan mata terbelalak, Karin tampak sangat terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar
“Asataga, aku pasti mimpi. Tak mungkin Geri suka sama aku,” kata Karin dengan heran sambil memukul mukul pipinya.
Malam itu Karin merasa perasaannya tercampur aduk menjadi satu.
Sebagian hatinya tak percaya, tapi sebagian hatinya bersorak sorak
kegirangan. Sebenarnya Karin juga merasakan hal yang sama seperti Geri,
tapi dia ragu akan perasaannya sendiri.
Malam yang mengejutkan itu berakhir tanpa jawaban dari Karin.
Keesokan harinya di sekolah saat bel sekolah dibunyikan Karin mulai
hawatir, saat Geri tak kunjung datang, pikirannya melayang layang. Namun
kehawatiran Karin hilang sekejap, saat dia melihat Geri masuk ke kelas.
Saat istirahat.
Saat bel istirahat dibunyikan, jantung Karin berdebar begitu cepat, menunggu apa yang akan dikatakan sahabat sebangkunya itu,
“Karin, maaf, kalau pernyataanku tadi malam membuat mu terkejut, tapi
itu adalah kenyataan yang harus aku katakan, aku tak memaksa kamu untuk
berkata ya, tapi aku ingin kamu menjawab sekarang.”
“Geri… sebenarnya aku, aku, belum bisa menjawab pertanyaan mu itu. Aku butuh waktu.” jawab Karin dengan terbata bata
“Tak apa, aku akan menunggu” jawab Geri dengan nada kecewa dan sedih.
Batin Karin berkecamuk, ia ingin berteriak ya, tapi dia ragu akan perasaanya. Karin butuh waktu untuk berpikir.
Malam itu Karin berpikir keras, dan akhirnya sampai pada suatu
keputusan. Malam itu juga Karin mengajak Geri bertemu, untuk menjawab
pertanyaan Geri.
“Halo Geri, aku sudah punya jawabannya. Aku tunggu kamu di taman dekat rumahku.”
“Baiklah aku akan secepatnya kesana, tak akan ku biarkan kau menunggu lama,” jawab Geri dengan semangat.
“Eh, kamu sudah punya pacar yah” kata adik Geri yang waktu itu duduk di samping Geri
“Belum sih, aku baru akan mendengar jawabanya sekarang, dan kamu harus mendengar apa jawaban nya!” kata Geri
Karin tak menyangka, kalau malam itu, adalah malam terakhir Geri, dia
meninggal dalam kecelakaan motor, saat tergesa gesa ingin menemui Karin.
—
“Semua cinta dan harapan kakak ku telah dititipkannya pada mu, jangan
sia-siakan semua itu dengan air mata. Sebelum kakak ku pergi menemui
mu, ia ingin aku mendengar jawaban mu atas pertanyaan nya,” kata seorang
pria yang berdiri di belakang Karin.
“Ya, aku juga sayang kamu, sejak pertama ketemu aku sudah jatuh cinta
padamu, maafkan aku Geri menyianyiakan cintamu selama ini, maafkan aku,
walaupun kau telah tiada, tapi kau akan selalu menjadi kekasih di dalam
hatiku.” kata sambil mengusap air matanya.
Penulis Cerita: Prince Bryan Christian