The Sweet Smile Man

Selasa, 14 Januari 2014 | komentar

“Kamu memang bukan pacar pertama aku, tapi kamu cinta pertama aku Fatma…!!!” teriak Adit saat Fatma menjauh pergi.
“Gombal..!” Fatma balas berteriak sambil terus berlari meninggalkan Adit.
Merasa sudah jauh dari Adit, Fatma memperlambat langkahnya. Sepanjang jalan fatma terus berceloteh tanpa memperhatikan jalan, “dia fikir aku percaya dengan ucapannya apa? Siapa yang tahu kalau sebenarnya bukan aku cinta pertamanya, hanya dia dan Tuhan yang tahu! Jadi mudah saja dia bilang seperti itu padaku. Ukh! Untung aku tahan iman, tidak tergoda dengan rayuannya tapi… Dia maniiisss sekali, ganteng, kalau senyum.. Astagfirullah kenapa aku jadi berfikiran seperti ini! Iiikhh!”
“Bruk!!” tiba-tiba ia menabrak seseorang.
“Aduuh, sakit..” keluh Fatma.
“Fatma?” seorang laki-laki berdiri tepat di hadapannya.
“Raka? Em, eh maaf aku gak sengaja. Maaf ya kamu gak papa kan?”
“Ahaha, aku tidak apa-apa kok. Harusnya aku yang bilang maaf. Gara-gara aku kepalamu jadi sakit deh. Maaf ya Ma?”
“Hahaha iya gak papa lah salahku juga sih kalau jalan gak pake mata!”
“Yee, jalan emang gak pake mata kali tapi pake kaki.” Raka tersenyum.
“Hehe bisa aja kamu. Eh aku duluan ya, mau pulang. Dah!”
“Eh, tunggu dulu Ma..” Raka hendak mencegah, tapi Fatma terlanjur pergi.
Raka hanya bisa memperhatikan Fatma dari jauh. Cara berpakaian Fatma yang tomboy tapi berjilbab mirip sekali dengan Indri Giana pemeran Zahwa di sinetron pesanten & rock’n roll. Raka tersenyum masih memperhatikan Fatma dari jauh, “you are so beautiful..” lirihnya.
“Fatma kenapa kemarin kamu pergi gitu aja?” tanya Raka tiba-tiba saat Fatma tengah berada di kantin dengan Ryn.
“Cie, diam-diam kalian meeting ya kemarin. Gak nyangka aku Ma, kamu suka meeting ternyata?” goda Ryn tiba-tiba.
“Iih siapa juga yang ketemuan, orang aku kemarin itu gak sengaja ketemu Raka di jalan pas pulang sekolah.” ketus Fatma.
“Tapi kok Raka tanya gitu, kayak yang udah habis ketemuan. Hayo kamu memang ketemuan sama Fatma kan Ka?” Ryn melirik Raka.
“Enggak kok, kami emang gak sengaja ketemu.” Raka membela.
“Ooo..” Ryn manggut-manggut.
“Terus?” Fatma melirik Raka.
Raka gugup, fikirnya kenapa juga ia bertanya seperti itu pada Fatma, “ah ya udah deh, aku ke kelas aja, dah..”
“Idih kenapa tuh anak? Gak jelas banget datangnya kayak jelangkung, main pergi gitu aja lagi. Orang pertanyaannya belum kamu jawab Ma.” celetuk Ryn.
“Tau akh! Ke kelas nyok!” Fatma menarik tangan Ryn menuju kelas.
Sampai di kelas mereka duduk sebangku.
“Eh Ma, kamu masih normal kan?”
Fatma melirik Ryn galak, “maksudnya?”
“Kamu emang gak ada suka sama pria mana pun?”
“Astagfirullah Ryn, maksudmu aku sukanya sama sejenis kita apa? Idih gak gitu juga kali, pasti ada kok pria yang aku suka.”
“Hehe ya maaf. Jadi kamu punya pacar? Siapa?” Ryn sumringah.
“Yee siapa yang bilang aku punya pacar. Pacaran itu gak boleh lagi, yang boleh itu ta’arufan.”
“Kirain. Tapi kamu bilang ada pria yang kamu suka.”
“Memang.”
“Siapa?”
“The sweet smile man.” Fatma tersenyum penuh arti.
“Heh? Siapa dia?”
“Dia itu…” belum selesai Fatma bicara tiba-tiba bel masuk kelas berbunyi. Tak lama pak Darman guru matematika datang, “Assalamualaikum anak-anak.”
“Wa’alaikumsalam.” jawab anak-anak berbarengan.
“Nanti saja ceritanya.” bisik Fatma pada Ryn.
Sore harinya Fatma pergi ke danau yang berada tak jauh dari rumahnya. Fatma sering sekali pergi ke danau tersebut, ia suka mengambar disana. Disana pula ia sering bertemu dengan Adit, seorang mahasiswa ITS. Ya Adit lah yang ia maksud “The sweet smile man.”
Adit persis sekali dengan artis idolanya Dimas Aditya, apalagi senyumannya itu membuat Fatma tak bisa berhenti membayangkannya. Tapi ia mengerti memikirkan seorang pria yang bukan muhrim dengan rasa suka itu dosa. Karena itu, jika ia sadar ia langsung membuang jauh-jauh fikirannya itu. Kalau Fatma sadar lho.. eh
“Assalamualaikum Fatma,” sapa Adit.
Tuh kan baru aja difikirin udah muncul di hadapan, hehe..
“Wa’alaikumsalam.” balas Fatma yang tengah duduk di kursi dekat danau.
“Kakak nggak boleh duduk disini!” Fatma mengisi ruang kosong kursi yang ia duduki dengan tangannya.
“Lho kenapa?”
“Pokoknya gak boleh. Kalau kakak mau banget duduk disini biar aku mau cari tempat lain.”
“Maksudnya aku gak boleh duduk deket kamu gitu?”
“Heu-eum..” angguk Fatma lucu.
“Oke gak papa. Tapi kenapa?”
“We are not muhrim.”
“Haha, jadi itu alasannya. Allright.”
Fatma hanya diam, tak membalas lawan bicaranya. Ia mengeluarkan alat lukis dari tasnya dan mulai menggambar. Ia berusaha untuk bersikap acuh tah acuh pada Adit, padahal sebenarnya ia grogi setiap berbicara dengan Adit. Adit hanya memperhatikan apa yang dilakukan Fatma.
Fatma merasa risih, tapi ia tetap berusaha bersikap cuek. Sedari tadi ia memikirkan kata-kata Adit kemarin.
“Hey, hey!” Adit membangunkan lamunannya.
Fatma mengangkat dagunya, “kenapa kemarin kakak tiba-tiba bilang begitu sama aku?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Fatma. Eiih keceplosan, ketauan deh lagi mikirin, hihihi
“Bilang apa?”
Gubrak!!! Ini orang pikun atau nyebelin, mana Fatma udah GE-ER
“Gak.” ketus Fatma keburu tengsin.
“Bilang kalau kamu cinta pertamaku ya?” tanya Dimas menyakinkan dengan his sweet smile.
Fatma diam, sudah bad mood juga. Sensitif banget nih Fatma ini, hehe..
“Aku bilang kayak gitu, soalnya kamu langsung pergi gitu aja pas aku dateng. Ku kira kamu bakal ngeh dan balik lagi kalau aku gombalin kayak gitu, hehe..” jelas Adit polos bangget, nget nget.
Jleb! Tuh kan itu cuma gombal, mana udah GE-ER lagi. Memang pria itu murah banget kalau ngerayu, untung Fatma gak ke goda.. Tapi nyelekit juga sih
“Ooo gitu..” Fatma stay cool pergi meninggalkan Adit. Tepatnya sok cool padahal gak tahan kalau tetap disana bersama Adit.
“Eh!” kali ini Adit yang tengsin, ko main pergi gitu aja sih Fatma. Rasain siapa suruh gak peka sama perasaan Fatma.
“Fatma katanya mau kasi tahu siapa pria yang kamu suka.” tanya Ryn saat ia makan di kantin bersama Fatma.
“Gak jadi.” ketus Fatma.
“Lho kok gitu sih? Lo kok marah, eh maksudnya kamu kan udah janji.” goda Ryn.
“Gak lucu tau! Siapa yang janji, aku gak janji.” bantah Fatma.
“Kamu tuh bisa aja ngelesnya.” Ryn cemberut.
“Hihihi..” Fatma nyengir kuda.
“Malah ketawa, gak lucu tau!” giliran Ryn yang ngambek.
“Lho kok marah sih? Jangan gitu sayang, jangan gitu sayang..” goda Fatma meniru lagunya Indra Bekti.
“Ayo dong cerita Ma, please..” Ryn memelas.
“Gak akh Ryn, tengsin aku.”
“Tengsin kenapa?”
“Pokoknya aku gak jadi suka sama si sweet smile man itu! Udah yok ke kelas aja.” Fatma pergi diikuti Ryn.
“Ini anak kenapa sih, kok jadi berubah nyebelin kayak gini?” fikir Ryn dalam hati sambil terus membuntuti Fatma ke kelas.
Di kelas anak-anak pada ribut, mereka mendadak hening ketika suara guru terdengar dari speaker ruang kelas. Guru tersebut mengumumkan jam belajar di sekolah untuk hari itu selesai karena akan ada rapat guru. Seperti biasa sebelum anak-anak bubar sang guru mengingatkan untuk belajar di rumah.
“Horree kita pulang lebih awal!!” teriak anak-anak berhamburan keluar kelas.
“Kita jalan-jalan yuk Ma, bete kalau pulang ke rumah!” ajak Ryn.
“Ogah akh kalau aku sih betah di rumah.”
“Ii kamu ma gitu..”
“Biarin!” jutek Fatma.
“Eh Ma, kita jalan yuk. Aku traktir makan.” Raka menghampiri Fatma dan Ryn yang masih duduk di bangku.
“Males ah, ajak Ryn aja sana. Dia lagi ingin main tuh. Iya kan Ryn.” lirik Fatma pada Ryn.
Ryn tersenyum sok manis, “iya sama aku aja ya Ka.”
“Aku kan ngajak Fatma bukan kamu!” tolak Raka.
“Tapi kan Fatma gak mau, jadi sama aku aja ya please.. Aku bete nih pengen main.” Ryn memelas.
“Gak.” ketus Raka. “Ayo dong Ma, sekali ini aja jalan sama aku, please..” kali ini Raka yang memelas pada Fatma.
“Udah sama Ryn aja sana, aku lagi pengen istirahat.” Fatma pergi meninggalkan Ryn dan Raka.
Tinggal Ryn yang masih tersenyum penuh harap pada Raka. Mau gak mau Raka akhirnya menemani Ryn jalan-jalan ke Mall.
“Eh Ka dimakan dong makanannya. Jangan cemberut terus dari tadi, bete tau liatnya.” keluh Ryn saat ia dan Raka tengah makan di sebuah FoodCourt.
“Gue kan pengennya jalan bareng Fatma, bukan sama lo. Gagal deh rencana gue buat nembak dia.” Raka masih cemberut.
“Jadi kamu suka sama Fatma?! Pantesan kemarin kayak yang melting gitu pas kamu nanya sama dia.” Ryn agak kaget, tapi gak kaget-kaget amat lho, agak aja
“Iya, bantuin gue dong Ryn biar bisa jadian sama dia.” pinta Raka.
“Kenapa bahasamu jadi lo gue sih. Kayak orang betawi aja.” protes Ryn.
“Suka-suka gue dong. Pokoknya loe harus bantu gue PDKT sama Fatma ya.”
“Aku gak bisa, lagian Fatma gak suka sama orang yang bicaranya kayak suku betawi macam kamu.” Ryn bohong.
“Masa sih?” Raka gak percaya. Ya iya lah gak percaya orang Ryn bohong. Hihi..
“Iya.” Ryn masang tampang so serius, bohong lagi dah xixixi
“Ya udah deh aku gak ber gue elo lagi. Jadi bantuin PDKT ya, please please please..” tampang Raka melas banget.
“Tetep gak bisa, soalnya Fatma udah suka sama pria lain.” kali ini Ryn gak bohong.
“Siapa memang? Orangnya satu sekolah sama kita atau malah sekelas?”
“Aku juga gak tahu, Fatma belum ngasih tau sih. Tapi kayaknya bukan anak sekolahan kita deh.” lanjut Ryn.
“Mereka kan belum jadian, jadi masih ada kesempatan buat aku deketin Fatma. Bantuin ya.” Raka keukeuh.
“Tetap gak bisa Ka. Fatma itu pasti gak bakal mau pacaran, dia pernah bilang sama aku kalau pacaran itu gak boleh. Kamu juga tahu sendiri kan dia itu tomboy-tomboy juga berjilbab, muslimah sejati.” Ryn tersenyum bangga sambil mengacungkan jempol kanannya.
“Kok kamu kayak ada aja alasannya buat aku mundur deketin Fatma.” keluh Raka.
“Sory-sory to say Ka, tapi emang gitu kenyataannya.” sesal Ryn. “Udah habisin makanannya. Sayang tahu, nanti mubazir.” lanjut Ryn.
“Iya ya..” Raka makan dengan malasnya.
Fatma hendak melukis di danau, tapi saat hampir sampai di tempat ia biasa duduk, ia melihat Adit di sana. Akhirnya Fatma urung ke danau, ia memutuskan untuk kembali ke rumah.
“Fatma tunggu!” seru Adit dari arah belakang.
“Kok kamu balik gitu aja, belum duduk juga.” lanjut Adit menghampiri Fatma.
“Duh ngapain lagi sih ini orang, udah nyebelin juga.” batin Fatma.
“Hey, jawab dong diem aja.” goda Adit.
Fatma menuliskan sesuatu di buku gambarnya, kemudian memberikannya pada Adit.
“Saya lagi puasa ngomong!”
Adit mengangkat alisnya sebelah dan tersenyum, “Heh? Kamu ada-ada saja. Hahaha..”
Fatma cemberut, baginya sikap Adit sama sekali tidak lucu. Menyebalkan sekali, dia sangat sebal, sebal dan sebal. Widiih segitunya ya Fatma, peace ah
“Kamu tahu gak, kamu tuh lucu banget kalau lagi cemberut kayak gitu. Gemesin banget, serius.” Adit menatap Fatma sayang dan kembali tersenyum maanniiisss banget, nget, nget, nget!
“Aduh kak Adit senyummu itu menggoda imanku banget. Apa tadi katamu aku lucu, benarkah?” batin Fatma lagi, rasanya ia hampir meleleh dirayu Adit seperti itu.
“Nah gitu dong senyum, jadi gak cuma lucu tapi cantik.” kata Adit.
“Siapa yang senyum juga.” elak Fatma saat sadar dari lamunannya yang membuat ia senyum-senyum sendiri dari tadi.
“Idih katanya lagi puasa ngomong. Hayo batal puasanya lho.”
“Iiih tau akh!” lagi-lagi Fatma dibikin tengsin. Seperti biasa kalau udah tengsin, dia kabur..
“Eits mau kemana?” tangan Adit memegang tangan Fatma.
“Lepasin. We are not..”
“Muhrim, I know.” potong Adit masih memegang tangan Fatma.
“Fatma, please listen to me. I see something like a love at your eyes. Who is owner the love? Please say that he is me!” Adit menatap Fatma dalam-dalam.
“You are lie, i dont loved somebody any more.” Fatma menunduk.
“The lier is you. Please be honest Fatma!”
Fatma diam, keringat dingin mulai keluar dari tubuhnya. Ya Tuhan inikah rasanya jika berdekatan dan berbicara langsung dengan orang yang disukainya.
“Aku tidak akan melepaskan tanganmu sebelum kamu bicara jujur Fatma.” Adit semakin erat memegang tangan Fatma.
“Lepaskan dulu tangan ku!” pinta Fatma tegas.
Adit akhirnya melepaskan genggamannya, “Aku tidak yakin apakah aku mencintaimu. Tapi yang jelas aku menyukai senyumanmu.” lirih Fatma, ia langsung pergi meninggalkan Adit.
Adit terdiam beberapa saat, ia membuka halaman sebelumnya dari buku gambar Fatma yang masih ada di tangan sebelahnya tadi. Ia melihat lukisan wajahnya yang dibawahnya bertuliskan, “The sweet smile man. Fatma.”
Adit tersenyum senang, ia mengalihkan pandangannya ke arah Fatma yang mulai menjauh.
“Fatma, kamu memang bukan pacar pertamaku tapi kamu cinta pertamaku, sungguh!” teriak Adit.
Fatma menoleh, “aku memang bukan pacarmu, tapi kalau aku cinta pertamamu itu mungkin saja.” balas Fatma.
“Hayo kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” tanya Ryn keesokan harinya.
“Kamu masih mau tahu siapa the sweets smile man?” Fatma balik bertanya.
“Siapa?” Ryn tertarik.
“Namanya kak Adit, di mahasiswa ITS. Aku ketemu dia di danau tempat aku sering melukis.” jelas Fatma.
“Ganteng banget ya?”
“Gak juga, tapi kalau manis banget iya.”
“Emang dia gula.” celetuk Ryn.
“Haha, tapi beneran lho dia itu manis banget apalagi kalau senyum.” wajah Fatma jelas terlihat senang.
Dari kejauhan Raka memperhatikan Ryn dan Fatma, ia tahu persis apa yang tengah mereka bicarakan. Hatinya sakit mendengar apa yang dikatakan Fatma pada Ryn. Duh kasihan ya Raka yang sabar ya.. :( kalau jodoh gak kemana kok, percaya deh! Horee.. :D
“Ada fotonya gak, aku pengen liat.” pinta Ryn.
“Gak ada tapi aku punya lukisannya. Eh tunggu, buku gambarku ada sama dia. Gawaat, mati aku!”
“Kok bisa?”
“Kemarin aku ketemu dia di danau dan bla, bla, bla..” Fatma menceritakan kejadian kemarin pada Ryn dengan malu-malu.
“Haaahh so sweet, jadi kalian jadian?” Ryn agak berbisik melihat Raka seperti memperhatikan mereka.
“Ya enggalah, aku kan gak mau pacaran.”
“Terus?”
“Terus apa?”
“Gak ada endingnya dong, gak seru.”
“Bukan gak ada endingnya, tapi belum ada endingnya.”
“Aku gak ngerti.” kening Ryn mengerut.
“Belum ada endingnya, karena aku masih menjalani episode kehidupanku.”
“Maksudnya apa sih, to the point aja de Ma. Ribet tau!” Ryn mulai kesal.
“Pokoknya aku gak akan pacaran dengan kak Adit, karena aku gak mau pacaran. Jadi endingnya bukan jadian, tapi kalau aku sudah nikah. Itu baru endingnya.”
“Lama dong.”
“Siapa bilang cepet?”
“Memang kamu mau nikah sama kak Adit?”
“Gak tahu.” Fatma mengangkat bahunya.
“Perasaan seseorang itu kan gak ada yang abadi. Bisa aja aku jadi gak suka lagi sama kak Adit, soalnya dia kadang nyebelin. Dan yang paling penting, jodohkan rahasia Allah mungkin aja jodohku bukan kak Adit.” lanjut Fatma.
“Tapi kamu kayak udah seneng aja baru juga digombalin dia.”
“Itulah wanita, mana mungkin hatinya tidak tersentuh sedikit pun jika dirayu seperti itu.”
“Beeuh..” Ryn meledek.
“Haha, aku menikmati setiap episode perjalanan cintaku sesuai skenario-Nya.” Fatma sok bijak, hehe..
“Tau akh aku jadi pusing dengerin omongan kamu.” Ryn membuka buku pelajaran dan mulai membaca, Fatma hanya tersenyum.
Pulang sekolah Fatma mendapati seseorang yang tengah duduk di kursi beranda rumahnya. Orang itu adalah Adit.
“Hai, assalamualaikum Fatma.” sapa Adit.
“Wa’alaikumsalam. Ada apa kakak ke sini?” tanya Fatma gugup.
“Mau mengembalikan ini,” Adit memberikan buku gambar pada Fatma. “Lukisanmu bagus sekali, apalagi modelnya aku.” lanjut Adit sok manis, hihi emang manis kok dia
Fatma segera mengambil buku gambarnya, pipinya merah mengetahui Adit sudah melihat apa yang ia lukis. “Terimakasih, kakak boleh pulang sekarang.” kata Fatma pura-pura cuek.
“Kamu yakin kamu tidak mencintai orang yang kamu lukis itu?” tanya Adit tiba-tiba.
Duh, kenapa harus bahas itu lagi sih. Fatma merasa risih. Beberapa saat ia diam, berfikir. “Ya aku tidak yakin, karena perasaan itu gak pernah abadi. Jadi aku gak mau terlalu dini untuk berstatement bahwa aku cinta sama kakak. Toh kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada hati kita walau semenit kemudian.” jawab Fatma tegas, sok tegas maksudnya, hehe peace ah..
“Kamu benar Fatma, tapi perasaan bisa dituntut untuk abadi oleh pernikahan.” Adit menatap Fatma untuk kesekian kalinya.
Fatma paling lemah jika ditatap seperti itu, ia menunduk. “Memang, lalu apa yang kakak mau?”
“Membuat ending.”
Fatma tertegun, “ta, ta.. Tapi..”
“Ya aku tahu, bagaimana pun aku seorang manusia tidak bisa membuat ending begitu saja. Karena skenario Tuhanlah yang berlaku dan kamu, aku harus terus memerankannya dalam episode hidup.”
Fatma heran, kenapa Adit seolah tahu jalan fikirannya selama ini.
“Tapi jika saja seandainya kau bukan bocah SMA, mungkin saja skenario perjalanan cintamu itu ber-ending saat ini juga.”
“Maksud kakak?” Fatma pura-pura tidak mengerti.
“Kalau saja kamu sudah lulus SMA, saat ini juga aku akan melamarmu. Karena aku tahu kamu tidak mau berpacaran.” Adit sedikit mendekati Fatma, Fatma speechless.
“Dua hari yang lalu aku sudah diwisuda, dan sekarang aku akan berangkat ke jepang untuk bekerja dan lanjut program master. Sebenarnya aku ke sini untuk pamit. Ku harap Tuhan membuat skenario dimana kita akan dipertemukan lagi pada episode kehidupan selanjutnya. Dan semoga saja Tuhan sudah merancang sebuah adegan pernikahan untuk kita.” Adit menghela nafas sesaat, “Aku pamit sekarang.” lanjut Adit sambil beranjak dari hadapan Fatma.
Fatma berbalik, “tunggu, siapa sebenarnya kakak? Kenapa kakak seolah sudah lama mengenalku, padahal aku yang pertama memperhatikan kakak.”
Adit menoleh, “Muhammad Aditya, kakak dari Ryn Aditya. Sekarang kamu tahu kenapa aku seolah sudah lama mengenalmu.” Adit berlalu dengan senyum manisnya.
Sementara Fatma berusaha menetralistir perasaannya. Mungkinkah Adit telah banyak bercerita tentangnya pada Ryn?
Penulis Cerita: Melia
Bagikan :

 
 
Copyright © 2014 Kotatulis - All Rights Reserved
Hak Cipta dan Ketentuan | Tentang Kami