Nostalgia, Tempat Dimana Hati Tak Pernah Lupa Rindu Pulang

Jumat, 17 Januari 2014 | komentar

Sepagi ini Bandara Soekarno-Hatta sudah penuh sesak oleh jutaan manusia dengan jutaan keperluan yang berbeda. Entahlah. Ada kemungkinan kepentingan ku terselip di antara sejuta kepentingan yang sedang lalu lalang di bandara ini. Bisa jadi. Kemungkinan. Entahlah.
Kepentinganku saat ini adalah menemui teman lama. Dennis, Royye Dennis namanya, pria berkacamata dengan zodiak Leo ini memintaku untuk mengantarnya kembali ke suatu tempat yang ia sebut sebagai rumah, padahal menurutku rumah adalah tempat dimana hati selalu rindu pulang. Tapi nampaknya teman lamaku ini memiliki pendapat yang berbeda. Entahlah. Aku tak peduli. Itu urusannya, urusan ku saat ini adalah menemui pria penyuka manga berwajah oriental itu. Ada yang harus aku sampaikan kepadanya, tentang kerinduan ku pada negeri 4 musim yang terletak anggun di benua Eropa yang berbatas timur dengan Jerman, Belgia di sebelah selatannya, dan sebelah barat Laut Utara. Tentang rindu pada negara yang sekarang sedang dalam buaian winter. Negara yang mampu membuat bayang bayang tentang tulip, kincir angin, dan festival menjadi sesegar embun pagi. Bayang masa kecil dan realita masa kini berpadu dalam sebait harmoni kosong tanpa refrain.
Nostalgia ku sedikit terusik saat ekor mata ku menemukan seseorang yang ku cari
“Hai” sapanya sambil melambaikan tangan
“Hai, gak ada yang tertinggal?” ujarku memastikan
“Gak ada, kapan mau nyusul kesana?” tanyanya sedikit takut
“Entah, aku gak tau kapan lagi kesana, Desember ini mungkin.. haha lihat nanti aja ya” ucapku berusaha mencairkan suasana
“Eh, aku masuk ya, ada yang mau dititip gak? salam mungkin? hehe” dia bertanya dengan polosnya
“Apa ya? titip salam untuk pak Daulat, bilang disini aku bisa dapet nilai Bahasa Indonesia paling tinggi” candaku dengan senyum mengembang.
Lalu hening mengudara, dan lihatlah ketika semua ini hampir berakhir.
“Bye mooie~” ujarnya tiba tiba,
“Bye, take care dear” kataku seraya melambaikan tangan.
Semua ini hampir berakhir. Hampir.
Seketika ada sesuatu yang ingin aku sampaikan, kalimat terakhir yang saat ini harus dia dengar “Titip salam untuk Kedutaan Besar RI di Kerajaan Belanda, Desember nanti aku pulang kesana, InsyaAllah.. jika tuhan mengizinkan”, dia hanya tersenyum, senyum yang harus mampu kusebut sebagai jawaban.
Penerbangan 09 Oktober dari Jakarta menuju Amsterdam dengan lama waktu penerbangan 14 jam akan membawanya ke rumah. Seiring dengan lalu lalang jutaan kepentingan yang mungkin kian banyak seiring dengan rotasi waktu dan deadline masa yang ada di Bandara Soekarno-Hatta, dia pun menghilang dari pandangan, dengan membawa suatu kisah sekeping nostalgia tentang tempat yang kini sepakat kami sebut sebagai rumah.
Penulis Cerita: Deagustine
Bagikan :

 
 
Copyright © 2014 Kotatulis - All Rights Reserved
Hak Cipta dan Ketentuan | Tentang Kami